Kamis, 14 Agustus 2008

Agustus sekali lagi...

Yak...sekali lagi bulan merah putih ini kita lewati...
Sekali lagi kita bersama-sama di sebuah lapangan untuk berdiri kosong selama 2 jam.
Sekali lagi kita beramai-ramai merayakan hari yang di sebut kemerdekaan.
Tapi apakah kita telah merdeka saudara ku.. ??!

Untuk menjawab pertanyaan itu sepertinya kita perlu merenung panjang...
Atau mungkin di antara kita memang sudah ada yang merasa bahwa kita telah merdeka.
Hmmm...renungkanlah...

Berdasarkan apa yang aku lihat dan aku rasakan, kata kemerdekaan yang selalu kita dengungkan setiap bulan merah-putih ini mungkin hanyalah sebuah pembodohon yang membuat seluruh bangsa ini terbuai dan tertidur dalam mimpi kemerdekaan yang semu. Ketika bung Karno mengumandangkan PROKLAMASI, bangsa ini memang telah merdeka. Indonesia telah merdeka dari penjajahan fisik yang telah dirasakan ratusan tahun. Indonesia merayakan kemerdekaan tersebut dengan euforia yang tanpa akhir. Indonesia lupa bahwa Indonesia saat itu baru saja dilahirkan, bagai seorang bayi yang baru saja dilahirkan Indonesia memerlukan pasokan gizi yang baik agar Indonesia kelak menjadi sebuah negara yang tidak hanya besar tapi juga cerdas dan memiliki kedaulatan. Negara ini akan besar dan berdaulat bila generasi mudanya mampu menumbuhkan rasa NASIONALIS dalam dirinya dan memberikan kemampuan terbaiknya untuk negara Indonesia yang kita cintai ini. Gizi inilah yang dibutuhkan Indonesia, akan tetapi Nasionalisme bangsa ini seakan hilang ditelan bumi seiring dengan kemerdekaan yang kita dapatkan.

Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang juga memiliki begitu banyak putra-putri penuh potensi. Kita bisa lihat ini dari beberapa prestasi yang telah di ukir generasi muda kita di berbagai ajang ilmu pengetahuan dan sains tingkat Internasional. Hanya saja, banyak generasi muda kita yang mendedikasikan ilmu dan kemampuannya ke negara lain hanya dikarenakan Indonesia sedang sekarat dan tidak mampu memberikan uang dan kehidupan yang layak seperti yang didapatkan mereka di Negara lain. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada era pra-kemerdekaan dimana generasi bangsa ini menjadi tulang punggung kemerdekaan dan kemajuan bangsa walau Indonesia saat itu sedang sakit parah. Putra-putri bangsa Indonesia banyak menuntut ilmu hingga keberbagai negara dan ketika berhasil, mereka membawa apa yang mereka dapatkan untuk diberikan kepada bangsa ini. Bukankah seharusnya kita miris dengan apa yang terjadi saat ini ? Hal ini diperparah lagi dengan hadirnya cendikiawan dan interlektual bangsa Indonesia yang justru memakai ilmu pengetahuannya untuk memperkaya dirinya dan membodohi bangsanya sendiri, dimana hatimu kawan ?!


Setiap insan yang menetap dan menggantungkan kehidupannya di tanah air yang sangat kita cintai ini tidak pernah memikirkan tentang apa yang telah mereka berikan untuk Indonesia, justru mereka selalu menuntut tentang apa yang Indonesia berikan untuk mereka. Ini yang menyebabkan Indonesia mudah untuk dimasuki oleh penjajahan model baru yaitu penjajahan kapitalis. Walaupun tidak semua menyadari akan penjajahan yang kita alami saat ini, pada kenyataannya kita memang di jajah. Ketergantungan kita yang sangat tinggi pada dunia barat khususnya Amerika telah membuat kedaulatan negara kita perlu untuk kembali dipertanyakan. Bargaining Position kita semakin rendah apabila kita dihadapkan pada tawar-menawar mengenai berbagai kebijakan dalam dan luar negeri kita. Berbagai intervensi yang dilakukan oleh Amerika terhadap kebijakan-kebijakan yang kita ambil justru kita iyakan dengan anggukan kepala, Lalu dimana kedaulatan kita ? Hal ini diperparah lagi dengan krisis kepemimpinan yang kita alami. Kita belum menemukan seorang pemimipin yang mampu membawa kita kearah perubahan, seorang pemimpin yang mampu dan berani mengatakan tidak pada setan-setan kapitalis. Mungkin untuk sosok seperti ini kita bisa mengambil contoh pada sosok Fidel Castro, walaupun tidak perlu seperontal Fidel. Kita masih bisa menjalin hubungan dengan pengusaha-pengusaha Amerika seperti yang dilakukan Cili dan Venezuela tanpa harus mengikuti dan mengalami Intervensi dari Amerika.

Dalam diri Putra-putri bangsa ini pasti akan ditemukan sosok-sosok yang akan mampu membawa Negara ini keluar dari kehancurannya. Tapi kapan waktunya kita tidak akan pernah tahu. Semoga pada Agustus tahun depan yang akan kita rayakan sekali lagi kita akan menemukannya, dan kita akan merayakan Agustus yang sesungguhnya. SEMOGA.

Saat ini kita sedang dan masih terpuruk, tapi apakah kita harus lari dan menyelamatkan diri kita masing-masing ? Apakah kita tidak ingin berbuat sesuatu yang berguna untuk Negara yang kita cintai ini yang kelak akan berguna untuk anak-anak dan cucu kita ? apakah kita hanya bisa berpikir "untuk apa aku memperjuangkan sesuatu yang tidak akan aku nikmati ?
Nurani...dimana kau sembunyi...



Tidak ada komentar: